Malaikat Kecil
Aku kira dunia ini berjalan sesuai dengan aturan yang telah dibuat. Maksudnya seperti saat kita bersekolah, jam 07:00 pagi itu waktu untuk masuk sekolah, jam 09:00 untuk istirahat dan jam 15:00 waktu untuk pulang. Ya aku tahu tidak semua sekolah menerapkan aturan waktu yang sama, tapi yang aku maksud di sini lebih ke konsep aturan yang berjalan. Sekali lagi aku tekankan lebih ke konsep aturan yang berjalan, jadi jika kita melakukan aktivitas yang berbeda pada jam yang telah ditentukan maka kita akan dihukum. Dan aku benci hukuman. Itulah konsep aturan yang aku pahami tentang dunia ini, sebelum aku tahu betapa 'kejamnya' dunia ini.
Berbicara tentang dunia mungkin terlalu luas, aku ingin mengajakmu sedikit lebih fokus dengan bahasan yang agak dipersempit. Aku ingin mengajakmu membahas tentang 'aturan kota', sedikit informasi aku tinggal di bagian utara kota Jakarta dengan luas 146,7 km² sedangkan luas provinsi DKI Jakarta 661,5 km². Menurutku untuk ukuran sebuah provinsi DKI Jakarta sangatlah kecil jika dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Aku berani beragumen seperti itu karena waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari Utara ke Selatan hanya sekitar 45 menit saja dengan motor beat yang ku punya. Fakta itu dibuktikan malam hari dan aku tahu itu bukanlah waktu yang pasti karena tergantung mood ku ketika berkendara.
'Aturan kota' yang ingin ku bahas bukanlah aturan yang sebenernya seperti PERDA yang telah dibuat oleh pemerintah, yang ingin ku bahas di sini adalah tentang aturan 'jam malam'. Jika yang aku tahu melalui film V for Vendetta di negara Inggris telah diberlakukan jam malam untuk menjaga keamanan masyarakatnya. Entah di Indonesia pun ada aturan jam malam atau tidak, aku tidak mengetahuinya. Yang aku tahu di Jakarta masih ada kehidupan ketika malam hari tiba, jadi ingat sebuah ucapan yang pernah dikatakan teman ku.
"Pakde mie rebusnya 1 lagi dong, tapi jangan make telor"
Salah satu cara menikmati indahnya Jakarta ialah dengan nongkrong di angkringan, warkop, kafe atau tempat nongkrong apapun itu yang penting pas di kantong, hahahaha. Menikmati hidangan yang ada sambil berdiskusi bersama teman tentang apapun itu dan ditemani angin malam yang sepoi-sepoi.
"Lah, lu laper apa gimana? tadi mie rebus make telor ama nasi masih kurang?" ujar temenku yang penuh heran.
"Tau nih tumben hawanya dingin banget jadi lapernya menigkat" timpalku.
Ya malam itu hawa di Jakarta memang sedikit lebih dingin dibanding biasanya, sesekali hidung ini menghirup bau tanah seperti pertanda hujan akan datang. Jika melihat langit ia tetap memancarkan keindahannya yang dihiasi bulan dan tentunya sebaran bintang yang berkilau. Namun tetap saja angin malam bukanlah hal yang baik bagi kesehatan, apalagi bagi balita yang baru datang menghampiri temanku.
"Om, di surga itu indah loh!" ucap anak kecil itu lari seraya memeluk teman ku.
Akupun sedikit tertegun ketika menikmati hidangan kedua ku ini, kaget ketika ia datang menghampiri temanku sambil mengucap kalimat seperti itu. Aku memang tidak tahu apa hubungan di antara mereka berdua, sepintas mereka sangat akrab laiknya kakak beradik.
"Emang kamu tau dari siapa kalo surga itu indah?" jawab temanku.
"Tau dari bunda, tadi aku abis diceritain om" jawabnya.
Aku merasa penasaran, ku tanya teman ku siapa sebenarnya anak kecil ini. Ternyata dia adalah anak dari yang punya warung rokok tepat di sebelah tempat yang aku duduki ini. Mereka begitu akrab karena memang hampir setiap malam anak ini ikut ibunya berjualan. Hal seperti ini memang tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta seorang anak harus ikut ibunya berjualan atau seorang ibu harus mengajak anaknya berjualan hingga malam. Faktor ekonomilah salah satu faktor terbesar yang membuat ini terjadi, dan ku yakin nurani seorang ibu pun tak akan tega mengajak anaknya yang masih kecil itu berjualan apalagi hingga larut malam.
"Hai dik sini" sapa ku. "Emang di surga ada apa aja?" tambahku.
"Yah om belum pernah ke surga sih makanya ga tau yah. Kata Bunda di surga itu kita bisa dapetin apa aja yang kita mau om" jawabnya polos dengan wajah yang sayu.
"Memangnya kamu udah pernah ke surga?"
"Belum om tapi kata bunda, ayah udah duluan ke surga. Soalnya ayah lagi nyiapin rumah untuk kita. Jadi nanti kalo kita ke surga bisa tinggal bareng lagi."
Berbicara tentang dunia mungkin terlalu luas, aku ingin mengajakmu sedikit lebih fokus dengan bahasan yang agak dipersempit. Aku ingin mengajakmu membahas tentang 'aturan kota', sedikit informasi aku tinggal di bagian utara kota Jakarta dengan luas 146,7 km² sedangkan luas provinsi DKI Jakarta 661,5 km². Menurutku untuk ukuran sebuah provinsi DKI Jakarta sangatlah kecil jika dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia. Aku berani beragumen seperti itu karena waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari Utara ke Selatan hanya sekitar 45 menit saja dengan motor beat yang ku punya. Fakta itu dibuktikan malam hari dan aku tahu itu bukanlah waktu yang pasti karena tergantung mood ku ketika berkendara.
'Aturan kota' yang ingin ku bahas bukanlah aturan yang sebenernya seperti PERDA yang telah dibuat oleh pemerintah, yang ingin ku bahas di sini adalah tentang aturan 'jam malam'. Jika yang aku tahu melalui film V for Vendetta di negara Inggris telah diberlakukan jam malam untuk menjaga keamanan masyarakatnya. Entah di Indonesia pun ada aturan jam malam atau tidak, aku tidak mengetahuinya. Yang aku tahu di Jakarta masih ada kehidupan ketika malam hari tiba, jadi ingat sebuah ucapan yang pernah dikatakan teman ku.
kalo mau liat indahnya Jakarta, tengah malem lu keluar, keliling Jakarta aja.Ya memang benar ucapan temanku itu, Jakarta akan terlihat sangat indah ketika malam hari. Ketika hiruk pikuk kemacetan yang membuat penat itu telah hilang dan suasana kota menjadi sunyi maka yang ada hanya kilauan lampu-lampu yang dipancarkan dari gedung-gedung pencakar langit, walaupun masih ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang tapi tetap tidak menghilangkan keindahannya sedikitpun. Mungkin itu bisa jadi salah satu alasan masih adanya kehidupan di malam hari, sehingga keluarlah sebuah celotehan
Salah satu kota yang ga pernah tidur ialah Jakartadan mungkin sudah familiar di telinga kita. Bak uang koin yang mempunya dua sisi, begitu pula kota Jakarta ini mempunyai keindahan dan juga keburukan yang ada di dalamnya, mungkin bagi sebagian orang itu merupakan hal yang lumrah.
"Pakde mie rebusnya 1 lagi dong, tapi jangan make telor"
Salah satu cara menikmati indahnya Jakarta ialah dengan nongkrong di angkringan, warkop, kafe atau tempat nongkrong apapun itu yang penting pas di kantong, hahahaha. Menikmati hidangan yang ada sambil berdiskusi bersama teman tentang apapun itu dan ditemani angin malam yang sepoi-sepoi.
"Lah, lu laper apa gimana? tadi mie rebus make telor ama nasi masih kurang?" ujar temenku yang penuh heran.
"Tau nih tumben hawanya dingin banget jadi lapernya menigkat" timpalku.
Ya malam itu hawa di Jakarta memang sedikit lebih dingin dibanding biasanya, sesekali hidung ini menghirup bau tanah seperti pertanda hujan akan datang. Jika melihat langit ia tetap memancarkan keindahannya yang dihiasi bulan dan tentunya sebaran bintang yang berkilau. Namun tetap saja angin malam bukanlah hal yang baik bagi kesehatan, apalagi bagi balita yang baru datang menghampiri temanku.
"Om, di surga itu indah loh!" ucap anak kecil itu lari seraya memeluk teman ku.
Akupun sedikit tertegun ketika menikmati hidangan kedua ku ini, kaget ketika ia datang menghampiri temanku sambil mengucap kalimat seperti itu. Aku memang tidak tahu apa hubungan di antara mereka berdua, sepintas mereka sangat akrab laiknya kakak beradik.
"Emang kamu tau dari siapa kalo surga itu indah?" jawab temanku.
"Tau dari bunda, tadi aku abis diceritain om" jawabnya.
Aku merasa penasaran, ku tanya teman ku siapa sebenarnya anak kecil ini. Ternyata dia adalah anak dari yang punya warung rokok tepat di sebelah tempat yang aku duduki ini. Mereka begitu akrab karena memang hampir setiap malam anak ini ikut ibunya berjualan. Hal seperti ini memang tidak asing lagi bagi masyarakat Jakarta seorang anak harus ikut ibunya berjualan atau seorang ibu harus mengajak anaknya berjualan hingga malam. Faktor ekonomilah salah satu faktor terbesar yang membuat ini terjadi, dan ku yakin nurani seorang ibu pun tak akan tega mengajak anaknya yang masih kecil itu berjualan apalagi hingga larut malam.
"Hai dik sini" sapa ku. "Emang di surga ada apa aja?" tambahku.
"Yah om belum pernah ke surga sih makanya ga tau yah. Kata Bunda di surga itu kita bisa dapetin apa aja yang kita mau om" jawabnya polos dengan wajah yang sayu.
"Memangnya kamu udah pernah ke surga?"
"Belum om tapi kata bunda, ayah udah duluan ke surga. Soalnya ayah lagi nyiapin rumah untuk kita. Jadi nanti kalo kita ke surga bisa tinggal bareng lagi."
Komentar
Posting Komentar